Senin, 06 Juli 2009

Kabar Dari Buton

PEMANFAATAN SUMBERDAYA LAUT MELALUI PEMBERDAYAAN NELAYAN
Oleh : ARMAN MANILA NUHU ( Koordinator JPKP Buton )

Upaya pemerintah untuk lebih bersungguh-sungguh memanfaatkan potensi kelautan Indonesia, antara lain melalui pembentukan Departemen Kelautan dan Perikanan, merupakan langkah yang sangat tepat. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi laut yang sangat besar. Namun, selama ini potensi laut tersebut belum termanfaatkan dengan baik dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa pada umumnya, dan pemasukan devisa negara khususnya. Bahkan, sebagian besar hasil pemanfaatan laut selama ini justru “lari” atau “tercuri” ke luar negeri oleh para nelayan asing beperlengkapan modern yang beroperasi di perairan Indonesia secara ilegal. Dalam konteks inilah upaya pemanfaatan laut Indonesia tidak saja tepat tetapi sudah merupakan keharusan. Pertanyaan yang timbul kemudian adalah pemanfaatan laut yang bagaimana? Catatan kecil ini berargumentasi bahwa pemanfaatan laut di Indonesia haruslah berbasis komunitas - dalam hal ini komunitas nelayan - untuk benar-benar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi bangsa dan negara Indonesia.

Tiga Pendekatan Utama Dalam upaya memanfaatkan potensi laut, setidaknya terdapat tiga kemungkinan pendekatan utama yang sangat berbeda yang dapat dilakukan: (i) pemanfaatan laut secara segera dan besar-besaran melalui pemberian izin atau konsesi kepada perusahaan-perusahaan penangkapan ikan, baik nasional maupun asing, (ii) pemanfaatan secara gradual melalui pemberdayaan sebanyak mungkin nelayan dan komunitas nelayan, atau (iii) pendekatan campuran dari dua pendekatan tersebut.

Keuntungan dari pendekatan pertama, antara lain adalah pemasukan pajak dan concession fees lebih jelas dan lebih besar (dalam jangka pendek) serta tingkat eksploitasi secara teoritis lebih mudah diatur. Dalam pendekatan ini, pemerintah aktif mendorong dan menciptakan iklim bagi investasi usaha swasta di bidang kelautan. Namun, pendekatan yang mirip dengan model HPH dalam pemanfaatan hutan ini hanya akan menguntungkan segelintir pihak dan oleh karenanya cenderung tidak berkelanjutan karena eksploitasi dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak “dekat” dengan laut sebagai lingkungan hidup mereka.

Sementara itu, pendekatan yang kedua - yaitu berbasis masyarakat nelayan - memang tidak dapat diharapkan hasilnya secara cepat, pajak langsung yang masuk dalam jangka pendek akan jauh lebih kecil (bahkan mungkin tidak ada concession fees), pengaturannya akan lebih sulit dan kemampuan bersaing dengan nelayan asing pada tahap awal akan lebih terbatas.
Namun, model pemanfaatan laut seperti ini dapat memberikan manfaat kepada banyak orang dan kemungkinan dapat lebih berkelanjutan karena para nelayan tersebut sadar atau disadarkan (melalui proses pendampingan dan pemberdayaan) bahwa kehidupan mereka dan anak-cucu mereka sangat tergantung kepada keberlanjutan sumberdaya laut ini.

Pendekatan yang ketiga, yang merupakan campuran dari kedua pendekatan di atas, memiliki beberapa bentuk kemungkinan: (i) model bapak-asuh, dimana perusahaan besar pengnangkapan ikan berlaku sebagai “bapak-asuh” dan komunitas nelayan sebagai “anak-asuh”, (ii) model sub-kontraktor, dimana perusahan penangkapan ikan “menugaskan” pekerjaan penangkapan kepada nelayan atau mereka membeli dari nelayan, dan (iii) model persaingan bebas, dimana kedua pelaku pemanfaatan laut tersebut exist dan bersaing ataupun bekerja sama secara bebas.

Pada model yang terakhir, kemungkinan besar nelayan kecil akan kalah bersaing dengan penangkap ikan yang umumnya dilengkapi dengan peralatan penangkapan yang lebih baik daripada yang digunakan para nelayan tradisional. Melihat berbagai kemungkinan pendekatan dan model pemanfaatan di atas, jika yang diinginkan bukan saja peningkatan hasil pemanfaatan laut, tetapi juga pemerataan hasil pemanfaatan yang dinikmati seluas-luasnya oleh masyarakat, apapun pendekatannya akan membutuhkan pemberdayaan masyarakat nelayan. Jika kita menganggap kekayaan laut sebagai sumberdaya yang harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat Indonesia - sesuai jiwa UUD ‘45 - pemberdayaan masyarakat nelayan merupakan keharusan bagi Pemerintah.

Kemiskinan Nelayan Adalah merupakan suatu ironi bagi sebuah Negara Maritim seperti Indonesia bahwa masyarakat nelayan merupakan golongan masyarakat yang paling miskin. Walau data agregatif dan kuantitatif yang terpercaya tidak mudah diperoleh, pengamatan visual/langsung ke kampung-kampung nelayan dapat memberikan gambaran yang jauh lebih gamblang tentang kemiskinan nelayan di tengah kekayaan laut yang begitu besar. Pemandangan yang sering kita jumpai di perkampungan nelayan adalah lingkungan hidup yang kumuh serta rumah-rumah yang sangat sederhana. Kalaupun ada beberapa rumah yang menonjolkan tanda-tanda kemakmuran (misalnya rumah yang megah dan berantena parabola), rumah-rumah tersebut umumnya dipunyai oleh pemilik kapal, pemodal, atau rentenir yang jumlahnya tidak signifikan dan sumbangannya kepada kesejahteraan komunitas sangat tergantung pada individu yang bersangkutan.

Di samping itu, karena lokasi geografisnya yang banyak berada di muara sungai, lingkungan nelayan sering kali juga sudah sangat terpolusi. Lebih dari itu, aspirasi politisnya pun acap kali terabaikan. Dalam kondisi yang secara multidimensi demikian miskin, akan sangat sulit bagi para nelayan untuk keluar dari lingkaran kemiskinan dan begitu saja bersaing dalam pemanfaatan hasil laut di era keterbukan sekarang ini. Mereka akan selalu kalah bersaing dengan perusahaan penangkapan ikan, baik asing maupun nasional, yang berperalatan modern. Oleh karena itu, pemberdayaan komunitas nelayan merupakan langkah yang sangat krusial dalam mencapai tujuan pemanfaatan kekayaan laut Indonesia.Pemberdayaan Pemberdayaan komunitas nelayan harus dilakukan dengan tepat dan harus berangkat dari kultur yang ada. Penekanannya harus kepada peningkatan kesadaran akan masalah dan potensi yang ada di dalam dan sekitar komunitas. Kalaupun ada bantuan dari luar komunitas (misalnya dari pemerintah, lembaga donor, atau LSM), sebaiknya jangan berbentuk sumbangan cuma-cuma (charity), melainkan berupa pancingan/stimulan bagi peningkatan kesadaran akan potensi sendiri serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam memanfaatkan potensi tersebut. Bantuan dalam bentuk uang tidak boleh terlalu besar (karena akan “memanjakan”), tetapi juga jangan terlalu kecil (karena bisa tidak efektif dalam upaya mengangkat komunitas dari lingkaran kemiskinan). Besaran yang “pas” akan sangat tergantung pada situasi dan kondisi setiap komunitas nelayan dan mungkin tidak bisa disamaratakan.

Hal yang tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan proses pemberdayaan adalah pendampingan yang dilakukan oleh pendamping komunitas yang kompeten. Pendamping harus benar-benar memahami filosofi pendampingan masyarakat (khususnya masyarakat nelayan). Pendampingannya harus efektif, tetapi juga harus diupayakan untuk tidak menciptakan ketergantungan. Peran pendamping harus secara perlahan-lahan digantikan oleh tokoh atau lembaga lokal setempat sehingga tidak lagi bertumpu pada dukungan dana dari luar. Proses semacam ini tentu akan memakan waktu yang cukup lama untuk pendampingan saja mungkin diperlukan 3-5 tahun.

Oleh karena itu, jika program pemberdayaan ini (baik pada tahap inisiasi maupun keseluruhan) menggunakan dana Pemerintah - misalnya, anggaran dari Departemen Kelautan dan Perikanan atau dinas tertentu pada Pemerintah Daerah - harus diusahakan agar tidak terputus-putus oleh mekanisme tahun anggaran serta pendekatan yang paternalistik (ada target-target yang ditentukan oleh pejabat tertentu). Pada tingkatan komunitas, harus sungguh-sungguh diupayakan agar aktivitas yang terjadi merupakan upaya dari, oleh, dan untuk komunitas nelayan setempat.

Dan jika masyarakat nelayan di sepanjang pesisir Indonesia - yang konon menduduki peringkat nomor dua terpanjang yang dimiliki oleh sebuah negara - dapat terberdayakan, eksploitasi sumberdaya laut yang ada di Nusantara akan jauh lebih bermanfaat bagi bangsa Indonesia pada umumnya dan daerak kita pada khususnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar