Selasa, 07 Juli 2009

CERITA FILM DI PULAU KABAENA
















Ibu Haisa (berbaju hijau) sedang mengikat ikan jualannya(gbr atas), Ivon (juru kamera) asyik mengambil gambar ( gbr bawah)


CERITA SAAT BIKIN FILM KOMUNITAS PESISIR DI PULAU KABAENA

Oleh : ARMAND MANILA NUHU

Komunitas Pesisir yang selama ini didampingi oleh Jaringan Pengembangan Kawasan Pesisir atau JPKP BUTON, tersebar pada 20 desa di empat wilayah yaitu Kabupaten Buton, Kota Bau-Bau, Kabupaten Muna dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.

Beragam aktifitas komunitas ini menjadi hal menarik untuk di angkat ke dalam film documenter agar dapat memberikan informasi, pendidikan dan pengetahuan tentang kehidupan komunitas pesisir itulah, pada bulan Juni 2009, saya bersama IVON sang juru kamera dan crew film berkeliling selama sebulan untuk membuat film documenter pada 8 desa/kelurahan yaitu di desa Dongkala dan desa Toli-Toli Kabupaten Bombana serta di desa Lanto, Desa Marawali dan Desa Boneoge Kabupaten Buton, Desa Oempu di kabupaten Muna serta Kelurahan Katobengke dan Kelurahan Sukanaeyo di Kota Bau-Bau dimana pembuatan film ini didanai oleh Project Building Opportunity yang pendanaannya berasal dari OXFAM GB dan UNI EROPA.

Berangkat ke lokasi syuting

Beberapa hari sebelum kami berangkat ke lokasi syuting, seluruh anggota tim Film Dokumenter JPKP berkumpul di kantor JPKP untuk membahas ide cerita pada masing – masing lokasi desa yang akan dituangkan kedalam naskah dan struktur film agar memudahkan kami dalam pengambilan gambarnya di lapangan utamanya untuk Desa Toli-Toli yang akan menjadi tujuan pertama kami. Disamping itu juga kami mengecek kesiapan seluruh peralatan antara lain camera Panasonic MD10000 3CCD, lighting, tripod, camera digital, fulpen, buku, jas hujan dan beberapa peralatan pendukung lainnya.

Pada tanggal 10 Juni 2009, pagi jam 7.00 saat mentari baru saja menampakkan diri diufuk timur, kami beserta Crew film ditemani oleh Project Manager LSM PRIMA sebagai lembaga pendamping di Kabupaten Bombana berkumpul di pelabuhan kapal ferry dengan menggunakan sepeda motor menyeberang ke pulau Kabaena. Tepat jam 10.00 pagi, kapal sudah berlayar mengarungi lautan yang agak bergelombang karena angin tenggara yang berhembus perlahan.

Pukul 14.30 siang, dari kejauhan telah nampak pulau Kabaena yang terkenal dengan gunung Sabampolulu dengan ketinggian lebih kurang 700 meter dpl, sehingga perjalanan yang cukup melelahkan selama hampir 6 jam diatas kapal, terobati dengan melihat puncak gunung Sabampolulu dari kejauhan yang berdiri kokoh seakan memberitahu setiap orang yang akan menginjakkan kaki di pulau Kabaena bahwa orang – orang yang mendiami pulau ini juga adalah pekerja tangguh dan kokoh dalam menghadapi tantangan alam.

Sekitar pukul 15.20, kapal ferry yang kami tumpangi mulai merapat di pelabuhan Dongkala, dan seakan menyadarkan kami untuk segera mempersiapkan diri dan memulai petualangan di pulau Kabaena.

Dengan perut yang belum sempat terisi saat di atas kapal tadi, kami dan rombongan yang di fasilitasi oleh YULNU, PM LSM PRIMA lalu mengendarai motor menuju tempat menginap selama berada di pulau ini untuk membuat film documenter tentang nelayan jaring di Desa Dongkala dan film documenter perempuan penjual ikan keliling di desa Toli-Toli.

Sore hari sekitar pukul 17.00, setelah mengecek seluruh peralatan jangan sampai ada yang tertinggal diatas kapal, kami dan rombongan walaupun belum sempat mandi, lalu berangkat menuju desa Toli-Toli yang berjarak 15 kilometer dari basecamp untuk bertemu dengan kelompok perempuan penjual ikan dan mendiskusikan persiapan pembuatan film yang rencanakan akan mulai syuting sejak pukul 03.30 dini hari.

Pada saat diskusi tersebut disepakati bahwa yang akan menjadi pemeran utama adalah IBU HAISA yang juga merupakan Ketua Kelompok Cinta Madinah dimana seluruh anggota kelompok ini adalah perempuan penjual ikan yang menjual ikannya dengan cara dijunjung di atas kepala menggunakan loyang dan berjalan kaki berkeliling dari kampung ke kampung dan dari satu desa ke desa lainnya. Selain pemeran utama, disepakati pula bahwa anggota kelompok yang lain, termasuk kepala desa dan beberapa tokoh masyarakat akan menjadi pemeran pendukung saat pengambilan gambar esok hari.


Matahari telah lama terbenam ketika kami beranjak meninggalkan desa Toli-Toli menuju basecamp di desa Dongkala dengan menyimpan janji bahwa jam 03.00 dinihari kami akan kembali lagi untuk memulai aktifitas pengambilan gambar.

Setelah makan malam, kami dan tim lalu melakukan pertemuan untuk membahas kembali ide cerita dan struktur film yang akan di buat di Desa Toli-Toli serta merevisi ulang beberapa struktur film sebagai acuan pengambilan frame gambar berdasarkan hasil eksplorasi juru kamera pada diskusi sore tadi dengan para anggota kelompok yang akan difilmkan.

Pukul 22.00, kami semua beranjak bubar dan tidur karena pukul 03.00 dinihari sudah harus bangun dan memulai pengambilan gambar di rumah Ibu HAISA.

Syuting Lapangan

Saat kami dan crew tiba di desa Toli-Toli, suasana desa masih sunyi dan penduduk masih terlelap tidur demikian pula saat tiba dirumah Ibu Haisa. Dengan memberanikan diri, Yulnu yang sudah sangat akrab dengan warga desa termasuk Ibu Haisa, mengetuk pintu Ibu Haisa untuk membangunkannya.

Ibu Haisa, yang akan menjadi pemeran utama adalah seorang perempuan kepala keluarga karena sejak 10 tahun yang lalu telah ditinggal mati oleh suaminya. Untuk menghidupi dirinya dan kedua anaknya yang masih kecil, ibu ini berjualan ikan keliling. Pada tahun 2006, saat Program BUILDING OPPORTUNITY yang di danai oleh OXFAM GB dan UNI EROPA bekerjasama dengan JPKP BUTON dan di dampingi oleh LSM PRIMA sebagai LSM Pendamping, membantu warga desa Toli-Toli dalam bentuk pemberian dana dan peralatan untuk melakukan kegiatan usaha mikro dengan system refolving fund untuk para perempuan penjual ikan keliling, para nelayan jaring, para petani rumput laut serta membantu merehabilitasi daerah pantai desa Toli-Toli dengan menanam pohon bakau sebanyak 10.000 pohon.

Sejak adanya bantuan dari Program Building Opportunity, kesulitan masyarakat akan modal mulai tertanggulangi dan saat film documenter ini dibuat, berdasarkan hasil eksplorasi kami, telah banyak perubahan yang terjadi dan manfaat yang dirasakan oleh warga masyarakat yang menjadi penerima manfaat, salah satunya Ibu Haisa.

Pukul 05.00 syutingpun dimulai, walaupun molor dari waktu yang telah ditentukan yaitu pukul 03.30, kami dan seluruh crew tetap bersemangat untuk memulai syuting karena arahan yang kami berikan untuk Ibu Haisa dengan cepat dimengerti sehingga kami merasa terbantu dan menjadi yakin tidak akan mengalami hambatan yang berarti saat mengambil seluruh adegan yang akan dilakukan oleh Ibu Haisa.

Adegan pertama, dimana Ibu Haisa mulai bangun tidur sampai mempersiapkan peralatan jualannya serta menitipkan uang sekolah kepada anak bungsunya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar dilaluinya dengan baik walaupun dilakukan pengulangan adegan sampai 4 kali tetapi tetap berjalan dengan lancar termasuk juga saat pengambilan adegan dimana Ibu Haisa membuka pintu dan menutup pintu rumahnya untuk menuju ke pelabuhan sebagai tempat pembelian ikan hasil tangkapan nelayan yang akan dijualnya kembali ke kampung – kampung

Dari adegan pertama sampai terakhir yang diperankan oleh ibu Haisa berjalan dengan baik dan seluruh crew merasa puas dengan kondisi tersebut serta angel – angel gambar yang dihasilkanpun sangat bagus termasuk saat ibu Haisa bernegosiasi dengan nelayan tangkap yang ikannya akan dibeli oleh Ibu Haisa.

Setelah seluruh rangkaian struktur film untuk Ibu Haisa selesai diambil, kami lalu secepatnya melakukan setting untuk tempat pertemuan kelompok karena kamipun akan mengambil adegan dimana kelompok melakukan rapat setiap bulannya untuk membahas masalah-masalah atau informasi yang berkembang baik di desa maupun dari pengelola program untuk dibicarakan dalam pertemuan kelompok.

Tanpa terasa waktu telah beranjak pada pukul 10.30 pagi, seluruh adegan sesuai naskah dan struktur film telah selesai diambil. Yang tertinggal hanyalah pengambilan gambar wawancara dengan Ibu Haisa, Tokoh Masyarakat dan Kepala Desa Toli-Toli yang belum sempat diambil oleh juru kamera. Kami dan warga serta kepala desa bersepakat untuk istirahat karena di rumah salah satu kepala kampung telah disiapkan ikan bakar yang banyak beserta nasi padahal belum saatnya makan siang. Dengan perasaan senang seluruh crew lalu menuju rumah kepala kampung dengan satu tujuan menghajar habis seluruh ikan bakar yang telah disiapkan khusus untuk kami.

Pukul 14.00 setelah cukup beristirahat, kami mencoba merampungkan pengambilan gambar wawancara dengan Ibu Haisa, Tokoh Masyarakat da Kepala Desa Toli-Toli namun karena kesibukan beberapa sumber yang akan diwawancarai maka hari itu kami hanya bisa merampungkan wawancara dengan Ibu Haisa sementara dengan Tokoh Masyarakat dan Kepala Desa akan di ambil sore keesokan harinya.

Selama dua hari di desa Toli-Toli Pulau Kabaena, banyak kesan yang kami dapat karena kehadiran kami selama pembuatan film documenter menjadi tontonan menarik warga desa apalagi saat malam sebelum kami meninggalkan desa Toli-Toli, kami sempat memutarkan warga desa hasil pengambilan gambar yang telah kami selesaikan dimana segala kelucuan saat pengambilan gambar membuat warga yang menonton tertawa terpingal – pingkal apalagi saat ibu Haisa berbahasa BUGIS pada saat diwawancarai semakin membuat mereka merasa senang dan menertawakan Ibu Haisa yang tidak lancer berbahasa Indonesia di hadapan kamera.
Selamat tinggal seluruh warga desa Toli-Toli, terima kasih atas kebaikan dan keramahannya menerima kami selama dua hari, esok entah kapan kami ingin sekali kembali ke pulau Kabaena, kembali ke Desa Toli-Toli untuk merasakan kembali sentuhan kehangatan suasana desa kalian.


( To Be Continued )






Tidak ada komentar:

Posting Komentar